Jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan melewatkan
lalu lintas dari suatu
tempat ke tempat yang lain. Arti Lintasan disini dapat diartikan sebagai tanah
yang diperkeras atau jalan tanah tanpa perkerasan, sedangkan lalu lintas adalah
semua benda dan makhluk hidup yang melewati jalan tersebut baik kendaraan
bermotor, tidak bermotor, manusia, ataupun hewan.
Dalam perencanaan geometrik jalan raya pada penulisan ini mengacu pada Tata
Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota ( TPGJAK ) Tahun 1997 dan
Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya Tahun 1970 yang dikeluarkan oleh
Dinas Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. Perencanaan geometrik
ini akan membahas beberapa hal antara lain :
a. Alinemen Horisontal
Alinemen (Garis Tujuan) horisontal merupakan trase jalan yang terdiri dari :
Garis lurus (Tangent), merupakan jalan bagian lurus.
Lengkungan horisontal yang disebut tikungan yaitu :
a.) Full – Circle
b.) Spiral – Circle – Spiral
c.) Spiral – Spiral
Pelebaran perkerasan pada tikungan.
Kebebasan samping pada tikungan
b. Alinemen Vertikal32
Alinemen Vertikal adalah bidang tegak yang melalui sumbu jalan atau
proyeksi tegak lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan tinggi
rendahnya jalan terhadap muka tanah asli.
c. Stationing
d. Overlapping
Untuk menentukan tebal perkerasan yang direncanakan sesuai dengan
Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode
Analisis Komponen Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga. Satuan perkerasan yang
dipakai adalah sebagai berikut :
1. Lapis Permukaan (Surface Course) : Laston MS 744
2. Lapis Pondasi Atas (Base Course) : Batu Pecah Kelas A CBR 100%
3. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course) : Sirtu Kelas A CBR 70 %
Kecepatan rencana (Vr) pada ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai
dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan –
kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang
cerah, lalu lintas yang lenggang, dan tanpa pengaruh samping jalan yang
berarti
Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA)
a. Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan
b. Tinggi 5 meter diatas permukaan perkerasan pada sumbu jalan
c. Kedalaman ruang bebas 1,5 m di bawah muka jalan
2 Daerah Milik Jalan (DAMIJA)
Ruang daerah milik jalan (DAMIJA) dibatasi oleh lebar yang sama dengan
DAMAJA ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5m dan
kedalaman 1,5m.
3 Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA)
Ruang sepanjang jalan di luar DAMIJA yang dibatasi oleh tinggi dan lebar
tertentu, diukur dari sumbu jalan sesuai dengan fungsi jalan:
a. Jalan Arteri minimum 20 meter
b. Jalan Kolektor minimum 15 meter
c. Jalan Lokal minimum 10 meter
tempat ke tempat yang lain. Arti Lintasan disini dapat diartikan sebagai tanah
yang diperkeras atau jalan tanah tanpa perkerasan, sedangkan lalu lintas adalah
semua benda dan makhluk hidup yang melewati jalan tersebut baik kendaraan
bermotor, tidak bermotor, manusia, ataupun hewan.
Dalam perencanaan geometrik jalan raya pada penulisan ini mengacu pada Tata
Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota ( TPGJAK ) Tahun 1997 dan
Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya Tahun 1970 yang dikeluarkan oleh
Dinas Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. Perencanaan geometrik
ini akan membahas beberapa hal antara lain :
a. Alinemen Horisontal
Alinemen (Garis Tujuan) horisontal merupakan trase jalan yang terdiri dari :
Garis lurus (Tangent), merupakan jalan bagian lurus.
Lengkungan horisontal yang disebut tikungan yaitu :
a.) Full – Circle
b.) Spiral – Circle – Spiral
c.) Spiral – Spiral
Pelebaran perkerasan pada tikungan.
Kebebasan samping pada tikungan
b. Alinemen Vertikal32
Alinemen Vertikal adalah bidang tegak yang melalui sumbu jalan atau
proyeksi tegak lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan tinggi
rendahnya jalan terhadap muka tanah asli.
c. Stationing
d. Overlapping
Untuk menentukan tebal perkerasan yang direncanakan sesuai dengan
Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode
Analisis Komponen Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga. Satuan perkerasan yang
dipakai adalah sebagai berikut :
1. Lapis Permukaan (Surface Course) : Laston MS 744
2. Lapis Pondasi Atas (Base Course) : Batu Pecah Kelas A CBR 100%
3. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course) : Sirtu Kelas A CBR 70 %
Kecepatan rencana (Vr) pada ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai
dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan –
kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang
cerah, lalu lintas yang lenggang, dan tanpa pengaruh samping jalan yang
berarti
Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA)
a. Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan
b. Tinggi 5 meter diatas permukaan perkerasan pada sumbu jalan
c. Kedalaman ruang bebas 1,5 m di bawah muka jalan
2 Daerah Milik Jalan (DAMIJA)
Ruang daerah milik jalan (DAMIJA) dibatasi oleh lebar yang sama dengan
DAMAJA ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5m dan
kedalaman 1,5m.
3 Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA)
Ruang sepanjang jalan di luar DAMIJA yang dibatasi oleh tinggi dan lebar
tertentu, diukur dari sumbu jalan sesuai dengan fungsi jalan:
a. Jalan Arteri minimum 20 meter
b. Jalan Kolektor minimum 15 meter
c. Jalan Lokal minimum 10 meter
Bentuk lengkung horizontal:
l Jalur
adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan;
l Lajur
adalah bagian jalur yang memanjang dengan atau tanpa marka jalan, yang memiliki
lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan, selain sepeda motor.
Jalur lalu lintas (traveled way = carriage way) adalah
keseluruhan bagian perkerasan jalan yang diperuntukan untuk lalau lintas
kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa lajur (lane) kendaraan.
Lajur kendaraan yaitu bagian dari jalur lalu lintas yang khusus diperuntukan
untuk dilewati oleh satu rangkaian kendaraan beroda empat atau lebih dalam satu
arah. Jadi jumlah lajur minimal untuk jalan 2 arah adalah 2 dan pada umumnya
disebut sebagai jalan 2 lajur 2 arah. Jalur lalu lintas untuk 1 arah minimal
terdiri dari 1 lajur lalau lintas.
Lebar lajur lalu lintas
Lebar lajur lalu lintas merupakan bagian yang paling
menentukan lebar melintang jalan secara keseluruhan. Besarnya lebar lajur lalu
lintas hanya dapat ditentukan dengan pengamatan langsung di lapangan karena:
a. Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin
dapat diikuti oleh lintasan kendaraan dengan tepat’
b. Lajur lalu lintas tak mungkin tepat sama
dengan lebar kendaraan maksimun. Untuk keamanan dan kenyamanan setiap pengemudi
membutuhkan ruang gerak antara kendaraan.
c. Lintasan kendaraan tak mungkin dibuat
tetap sejajar sumbu lajur lalu lintas, karena kendaraan selama bergerak akan
mengalami gaya-gaya samping seperti tidak ratanya permukaan, gaya sentrifugal
ditikungan,dan gaya angin akibat kendaraan lain yang menyiap.
Lebar kendaraan penumpang pada umumnya bervariasi
antara 1,5 m – 1,75m.Bina Marga mengambil lebar kendaraan rencana untuk mobil
penumpang adalah 1,7 m,dan 2,50 m untuk kendaraan rencana truck/bis/ semi
trailer .Lebar lajur lalu lintas merupakan lebar kendaraan ditambah dengan
ruang bebas antara kendaraan yang besarnya sangaat ditentukan oleh keamanan dan
kenyamanan yang diharapkan. Jalan yang
dipergunakan untuk lalu lintas dengan kecepatan tinggi, membutuhkan
ruang bebas untuk menyiap dan bergerak yang lebih besar dibandingkan dengan
jalanuntuk kecepatan rendah.
Pada jalan local (kecepatan rendah)nlebar jalan
minimum 5,50 m(2 x 2,75) cukup memadai untuk jalan 2 lajur dengan 2 arah.
Dengan pertimbangan biaya yang tersedia , lebar 5 m pun masih diperkenankan.
Jalan arteri yang direncanakan untuk kecepatan tinggi , mempunyai lebar lajur
lalu lintas lebih besar dari 3,25 m, sebaiknya 3,5 m.
Jumlah
lajur lalu lintas
Banyaknya lajur yang dibutuhkan sangat tergantung dari
volume lalu lintas yang akan memekai jalan tersebut dan tingkat pelayanan jalan
yang diharapkan.
Kemiringan melintang jalur lalu lintas dijalan lurus
diperuntukan terutama untuk kebutuhan drainase jalan. Air yang jatuh diatas
pemukaan jalan supaya cepat dialirkan ke saluran-saluran pembuangan. Kemiringan
melintang bervariasi antara 2% - 4 % untuk jenis lapisan permukaan dengan mempergunakan
bahan pengikat seperti aspal atau semen. Semakin kedap lapisan tersebut,
semakin kecil kemiringan melintang yang dapat dipergunakan.
Sedangkan untuk jalan dengan lapisan permukaan belum
mempergunakan bahan pengikat seperti jalan berkerikikl, kemiringan melintang
dibuat sebesar 5 %.
Kemiringan melintang jalur lalu lintas ditikukngan
dibuat untuk kebutuhan keseimbangan gaya sentrifugal yang bekerja, disamping
kebutuhan akan drainase. Besarnya kemiringan melintang yang dibutuhkan pad
ditikungan.
2.1 BAHU JALAN
Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan
dengan jalur lalu lintas yang berfunsi sebagai:
1. ruangan untuk tempat berhenti sementara
kendaraan yang mogok atau yang sekedar berhenti karena mengemudi ingin
berorientasi mengenai jurusan yang akan ditempuh, atau untuk beristirahat.
2. ruangan untuk menghindarkan diri dari
saat-saat darurat, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan.
3. memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan
demikian dapat meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan.
4. ruangan pembantu pada waktu mengadakan
pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan jalan (untuk tempat penempatan
alat-alat,dan penimbunan bahan matrial)
5. memberikan sokongan pada konstruksi
perkerasan jalan dari arah samping.
6. ruangan untuk lintasan kendaraan-kendaraan
patroli,ambulans, yang sangat dibutuhkan pada keadaan darurat seperti
terjadinya kecelakaan.
Jenis bahu
Berdasarkan tipe perkerasannya, bahu
jalan dapat dibedakan atas :
1. Bahu yang tidak diperkeras, yaitu yang
hanya dibuat dari matrial perkerasan jalan tanpa bahan pengikat,biasanya
digunakan matrial agregat bercampur sedikit lempung,dipergunakan untuk
daaerah-daerah yang tidak begitu penting,dimana kendaraan yang berhenti dan
mempergunakan bahu atidak begitu banyak jumlahnya.
2. Bahu yang tidak diperkeras, yaitu bahu
yang dibuat dengan mempergunakan bahan pengikat sehingga lapisan tersebut lebih
kedap air dibandingkan dengan bahu yang tidak diperkeras, bahu ini dipergunakan
untuk jalan-jalan dimana kendaraan yang akan berhenti dan memakai bagian
tersebut besar jumlahnya, seperti disepanjang tol,disepanjang jalan arteri yang
melintasi kota, dan tikungan –tikungan yang tajam.
Dilihat dari letaknya bahu terhadap
arah arus lalu lintas, maka bahu jalan dapt dibedakan atas:
1. Bahu kiri/bahu luar (left
shoulder/outershoulder), adalah bahu yang terletak ditepi sebelah kiri jalur
lalu lintas.
2. Bahu kanan/bahu dalam (right/inner shoulder), adalah bahu yang
terletak ditepi sebelah kanan dari jalur lalu lintas.
Lebar bahu jalan
Besar lebar bahu jalan sanagt
dipengaruhi oleh:
1.fungsi
jalan
Jalan arteri direncanakan untuk
kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jalan local.Dengan demikian
jalan arteri membutuhkan kebeasan samping, keamanan,dan kenyamanan yang lebih
besar, atau menuntut lebar bahu yang lebih lebar dari jalan local.
2.Volume
lalu lintas
Volume lalu lintas yang tinggi
membutuhkan lebar bahu nyang lebih lebar dibandingkan dengan volume lalu lintas
yang lebih rendah.
3.Keghiatan
disekitar kegiatan jalan
Jalan yang melintasi daerah
perkotaan, pasar, sekolah, membutuhkan lebar bahu jalan yang lebih lebar
daripada jaln yang melintasi daerah rural, karenaa bahu jalan tersebut akan
dipergunakan pula sebagai tempat parker dan pejalan kaki.
4.Ada
atau tidaknya trotoar
5.Biaya
yang tersedia sehubungan dengan biaya pembebasan tanah, dan biaya untuk
konstruksi.
Lebar bahu jalan dengan demikian
dapat bervariasi anatara 0,5-2,5m.
Lereng melintang bahu jalan
Berfungsi atau tidaknya lereng
melintang perkerasan jalan untuk menglirkan air hujan yang jatuh di atasnya
sangat ditentukan oleh kemiringan melintang bagian samping jalur perkerasan itu
sendiri,yaitu kemiringan melintang bahu jalan.kemiringan bahu jalan yang tidak
baik ditambah pula dengan bahu dari jenis tidak diperkeras akan menyebabkan air
hujan akan merembes masuk kelapisan
perkerasan jalan.Hal ini dapat mengakibatkan turunnya daya dukung lapisan
perkerasan, lepasnya ikatan antara agregat dan aspal yang akhirnya dapat
memperpendek umur pelayanan jalan.
Guna keperluan
tersebut, haruslah dibuat kemiringan melintang bahu jalan yan sebesar-besarnya
tetapi masih aman dan nyaman bagi pengemudi kendaraan. Kemiringan melintang
bahu lebih besar dari kemiringan melintang jalur perkerasan jalan. Kemiringan
melintang bahu dapat bervaariasi sampai dengan 6%, tergantung dari jenis
permukaan bahu, intensitas hujan, dan kemungkinan penggunaan bahu jalan.
Pada tikungan yang
tajam,kemiringan melintang jalur perkerasan juga ditentukan dari kebutuhan akan
keseimbangan gaya akibat gaya sentrifugal yang bekerja. Besar dan kemiringan melintang bahu haarus juga disesuaikan demi
keamanan pemakai jalan dan fungsi drainase itu sendiri.Perubahan kelandaian
antara kemiringan melintang perkerasan jalan dan bahu (roll over) maksimum 8%.
TROTOAR (Jalur Pejalan Kaki / Side
Walk)
Trotoar adalah jalur yang terletak
berdampingan dengan jalur lalu lintas yang khusus dipergunakan untuk pejalan
kaki (pedestrian).Untuk keamanan pejalan kaki maka trotoar ini harus dibuat
terpisah dai jalur lalu lintas oleh struktur fisisk berupa Kereb.
Perlu atau tidaknya trotoar
disediakan sangat tergantung dari volume pedestrian dan volume lalu lintas
pemakai jalan tersebut.
Lebar trotoar
Lebar trotoar yang dibutuhkan ditentukan
oleh volume pejalan kaki yang diinginkan, dan fungsi jalan. Untuk itu lebar 1,5
– 3,0 m merupakan nilai yang umum digunakan.
MEDIAN
Pada arus lalu lintas yang tinggi
seringkali dibutuhkan median guna memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan
arah.Jadi median adalah jalur yang terletak ditengah jalan untuk membagi jalan
dalam masinh – masing arah.
Secara garis besar median berfungsi
sebagai:
1. Menyediakan daerah netral yang cukup lebar
dimana pengemudi masih dapat mengontrol kendaraannya pada saat-saat darurat.
2. Menyediakan jarak yang cukup untuk
membatasi / mengurangi kesilauan terhadap lampu besar dari kendaraan yang
berlawanan arah.
3. Menambah rasa kelegahan, kenyamanan dan
keindahan bagi setiap pengemudi.
4. mengamankan kebebasan samping dari
masing-masing arah arus lalu-lintas.
Untuk memenuhi
keperluan-kperluan tersebut diatas, maka median serta batas-batasnya harus
nyata oleh setiap mata pengemudi baik pada siang hari maupun pada malam hari
serta segala cuaca dan keadaan.Lebar median berfariasi antara 1,0-12 meter.
Median dengan
lebar sampai 5 meter sebaiknya ditinggikan dengan kereb atau dilengkapi dengan
pembatas agar tidak dilanggar kendaraan. Semakin lebar median semakin baik bagi
lalu lintas tetapi semakin mahal biaya yang dibutuhkan.Jadi biaya yang tersedia
dan fungsi jalan sangat menentukan lebar yang dipergunakan.
Jalur
tepian median
Disamping
median terdapat apa yang dinamakan jalur tepian median, yaitu jalur yang
terletak berdampingan dengan median (pada ketinggian yang sama dengan
perkerasan). Jalur tepian median ini berfungsi untuk mengamankan kebebasan
samping dari arua lalu lintas.
Lebar
jalur tepian median dapat bervariasi antara 0.25 – 0,75 meter dan dibatasi
dengan marka berupa garis putih menerus.
2.5. Saluran
Samping
Saluran samping terutama berguna untuk :
· Mengalirkan air dari permukaan jalan
ataupun dari bagian luar jalan
· Menjaga supaya konstruksi jalan selalu
bearda dalam keadaan kering tidak terendam air
Umumnya bentuk saluran samping
trapesium, atau empat persegi panjang. Untuk daerah perkotaan, dimana daerah
pembebasan jalan sudah sangat terbatas, maka saluran samping dapat dibuat empat
persegi panjang dari konstruksi beton dan ditempatkan di bawah trotoar.
Sedangkan di daerah pendalaman dimana pembebasan jalan bukan menjadi masalah,
saluran samping umumnya dibuat berbentuk trapesium. Dinding saluran dapat
dengan mempergunakan pasangan batu kali, atau tanah asli. Lebar dasar saluran
disesuaikan dengan besarnya debit yang diperkirakan akan mengalir pada saluran
tersebut, minimum sebesar 30 cm.
Landai dasar saluran biasanya
dibuatkan mengikuti kelandaian dari jalan. Tetapi pada kelandaian jalan yang
cukup besar, dan saluran hanya terbuat dari tanah asli, kelandaian dasar saluran
tidak lagi mengikuti kelandaian jalan. Hal ini untuk mencegah pengkikisan oleh
aliran air. Kelandaian dasar saluran dibatasi sesuai dengan material dasar
saluran. Jika terjadi perbedaan yang cukup besar antara kelandaian dasar
saluran dan kelandaian jalan, maka perlu dibuatkan terasering.
Talud untuk saluran samping yang
berbentuk trapesium dan tidak diperkeras adalah 2H:1V, atau sesuai dengan
kemiringan yang memberikan kestabilan lereng yang aman. Untuk saluran samping
yang mempergunakan pasangan batu, talud dapat dibuat 1.1.
2.6.
Talud/Kemiringan Lereng
Talud
jalan umumnya di buat 2H:1V, tetapi untuk tanah-tanah yang mudah longsor talud
jalan harus dibuat sesuai dengan besarnya landai yang aman, yang diperoleh dari
perhitungan kestabilan lereng. Berdasarkan keadaan tanah pada lokasi jalan
tersebut, mungkin saja dibuat bronjong, tembok penahan tanah, lereng bertingkat
(bern) ataupun hanya ditutupi rumput
saja.
2.7. Kereb
Yang dimaksud
dengan kereb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan,
yang terutama dimaksudkan untuk keperluan-keperluan drainase, mencegah
ketegasan tepi perkerasan.
Pada umumnya kereb digunakan pada jalan-jalan di
daerah perkotaan, sedangkan untuk jalan-jalan antar kota kereb hanya
dipergunakan jika jalan tersebut direncanakan untuk lalu lintas dengan
kecepatan tinggi atau apabila melintasi perkampungan.
Berdasarkan fungsi dari kereb, maka kereb dapat
dibedakan atas :
· 1. Kereb peninggi (mountable curb), adalah kereb yang direncanakan agar dapat didaki
kendaraan, biasanya terdapat di tempat parkir di pinggir jalan/jalur lalu
lintas. Untuk kemudahan didaki oleh kendaraan maka kereb harus mempunyai bentuk
permukaan lengkung yang baika. Tingginya berkisar antara 10 – 15 cm.
· 2. Kereb penghalang (barrier curb), adalah kereb yang direncanakan untuk menghalangi
atau mencegah kendaraan meninggalkan
jalur lalu lintas, terutama di median, trotoar, pada jalan-jalan tanpa
pagar pengaman. Tingginya berkisar antara 25-30 cm.
· 3. Kereb berparit (gutter curb), adalah kereb yang direncanakan untuk membentuk sistem
drainase perkerasan jalan. Kereb ini dianjurkan pada jalan yang memerlukan
sistem drainase perkerasan lebih baik. Pada jalan lurus diletakkan di tepi luar
dari perkerasan, sedangkan pada tikungan diletakkan pada tepi dalam.
Tingginya berkisar antara 10-20 cm
· 4. Kereb penghalang berparit (barrier gutter curb), adalah kereb
penghalang yang direncanakan untuk membentuk sistem drainase perkerasan jalan.
Tingginya berkisar antara 20 – 30 cm.
2.8. Pengaman Tepi
Pengaman tepia bertujuan untuk
memberikan ketegasan tepi badan jalan. Jika terjadi kecelakaan, dapat mencegah kendaraan keluar dari badan jalan.
Umumnya dipergunakan di sepanjang jalan yang menyusur jurang, pada tanah
timbunan dengan tikungan yang tajam, pada tepi-tepi jalan dengan tinggi
timbunan lebih besar dari 2,5 meter, dan jalan-jalan dengan kecepatan tinggi.
Jenis
pengaman tepi
Pengaman tepi
dapat dibedakan atas :
· a.
Pengaman tepi dari besi yang
digalvanised (guard rail)
Pagar pengaman dari besi dipergunakan
jika bertujuan untuk melawan tumbukan (impact)
dari kendaraan dan mengembalikan kendaraan ke arah dalam sehingga kendaraan
tetap bergerak dengan kecepatan yang makin kecil sepanjang pagar pengaman.
Dengan adanya pagar pengaman diharapkan kendaraan tidak dengan tiba-tiba
berhenti atau berguling ke luar badan jalan.
· b. Pengaman
tepi dari beton (parapet)
Pengaman tepi dari beton dianjurkan
untuk dipergunakan pada jalan dengan kecepatan rencana 80 – 100 km/jam/.
· c. Pengaman
tepi dari tanah timbunan
Dianjurkan digunakan untuk kecepatan
rencana ≤ 80 km/jam.
· d. Pengaman
tepi dari batu kali
Tipe ini dikaitkan terutama untuk
keindahan (estetika) dan pada jalan
dengan kecepatan rencana < 60 km/jam
· e.
Pengaman tepi dari balok kayu
Tipe ini
dipergunakan untuk kecepatan rencana < 40 kam / jam dan pada
daerah parkir.
PEMISAH
JALUR LALU LINTAS
Pemisah
Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan
yang memisahkan jalur lalu-lintas.Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis
Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan Pemisah Luar.
Suatu Pemisah tengah atau pemisah luar
yang tidak menerus pada suatu ruas jalan, pada permulaan atau akhir dari ke dua
pemisah tersebut harus dilengkapi dengan :
1 Marka
jalan, yang mengikuti ketentuan Buku Produk Standar Untuk Jalan Perkotaan, 1987
2 Rambu
jalan, yang mengikuti Ketentuan Menteri Perhubungan.
Pemisah
Tengah
Pemisah tengah (Median) adalah suatu jalur
bagian jalan yang terletak di tengah, tidak digunakan untuk lalu-lintas
kendaraan dan berfungsi memisahkan arus lalu-lintas yang berlawanan arah, yang
terdiri dari Jalur tepian dan Bangunan pemisah.
Pemisah tengah ditempatkan pada garis
sumbu ,jalan dua arah yang mempunyai empat lajur atau lebih.
Pemisah tengah perlu dibangun di daerah :
1. Persimpangan sehidang
antar jalan raya atau antara jalan rayadengan jalan Kereta Api.
2. Banyak kendaraan belok
kanan/memotong jalan.
3. Daerah yang memungkinkan
adanya pelebaran.
4. Pada jalan dua arah,
dimana jalur ke dua arah tersebut mempunyai elevasi berbeda.
5. Banyak penyeberang
jalan.
Pemisah tengah dapat dilengkapi dengan
batas penghalang baik penghalang benturan maupun penghalang sinar lampu depan
kendaraan yang berlawanan arah.
Penghalang benturan dapat berupa
Guardrail, Parapet,serta Kerb . Sedangkan penghalang sinar dapat dipergunakan
tanaman semak.
Pembangunan Batas penghalang disuatu ruas
jalan diusahakan agar dapat menghasilkan tingkat keamanan yang sama pada
seluruh ruas jalan tersebut.
Fungsi
Utama Pemisah Tengah.
Fubgsi utama dari pemisah tengah adalah
memisahkan arus lalu-lintas yang berlawanan arah dan mengurangi daerah konflik
bagi kendaraan belok kanan sehingga dapat meningkatkan keamanan dan kelancaran
lalu-lintas di jalan tersebut. Selain dari fungsi tersebut di atas pemisah
tengah mempunyai fungsi antara lain:
1. Pada keadaan tertentu
bagian dari Pemisah tengah dapat digunakan untuk jalur perubahan kecepatan dan
jalur tunggu untuk lalu-lintas belok kanan atau perputaran (U-Turn).
2. Sebagai jalur
penempatan perlengkapan jalan yang bersifat pengaturan lalu-lintas (Lampu
lalu-lintas, Rambu lalu-lintas dan lain-lain), perlengkapan jalan yang bersifat
kenyamanan dan keamanan (Lampu jalan, Pohon peneduh/penghalang lampu dari
depan, Batas penghalang dan lain-lain), Drainase dan perlengkapan lainnya.
3. Persiapan pelebaran
,jalur lalu-lintas.
4. Daerah keamanan untuk
kendaraan yang lepas kendali atau kecelakaan.
5. Jalur peralihan
perbedaan permukaan antar Badan jalan.
6. Tempat pemberhentian
sementara bagi Pejalan kaki yang menyeberang jalan.
7. Keindahan, Jalur
hijau, Landscaping dan lain-lain.
8. Mengurangi cahaya
lampu dari kendaraan yang berlawanan arah.
Permukaan
Pemisah Tengah
Permukaan pemisah tengah juga memiliki
beberapa persyaratan. Berikut ini adalah beberapa persyaratan permukaan pemisah
tengah:
1. Pemisah tengah harus
terlihat jelas, menarik, tidak terganggu, mudah dalam pemeliharaan dan murah.
2. Pemisah tengah di
jalan perkotaan disarankan dengan peninggian. Pemasangan Kereb harus mengikuti
petunjuk yang ada (petunjuk pemasangan Kereb)
3. Bahan penutup Pemisah
tengah dapat menggunakan Rumput, Perkerasan aspal, Blok asbuton, Beton semen,
Blok beton dan lain-lain.
4. Permukaan Pemisah
tengah dapat dinaikkan atau diturunkan.
Bukaan
Pemisah Tengah
Bukaan Pemisah tengah digunakan untuk arus
lalu-lintas belok kanan dan atau
berputar. Lokasi bukaan ditentukan di persimpangan dan tempat-tempat yang
dipandang perlu. Prinsip disain bukaan Pemisah tengah serupa dengan prinsip
disain pulau atau kanalisasi.
Prasarana pemutaran di tengah ruas jalan,
ujung pemisah tengah harus dibentuk sesuai dengan kebutuhan geometrik.
Jalur perlambatan menuju bukaan dapat
dibuat bila lebar Pemisah tengah mencukupi.
Tabel 1.3 Jarak Minimum Antar Bukaan
NO.
|
Deskripsi
|
Jarak
Minimum
|
1.
|
Untuk
Pemutaran normal
|
500
m
|
2.
|
Dengan
jalur khusus belok kanan dari persimpangan.
|
100
m
|
3.
|
Di
daerah belum terbangun (di luar kota)
|
1.000
m
|
Sumber: NSPM
Lebar
Minimum Pemisah Tengah.
Lebar suatu Pemisah tengah pada suatu ruas
jalan bervariasi tergantung pada ketersediaannya lahan. Namun demikian suatu
Pemisah tengah mempunyai lebar minimum. Lebar minimum Pemisah tengah bila
ditinjau dari penggunaan.
Tabel 1.4 Lebar dan Penggunaan Median
Lebar
(M)
|
Penggunaan
|
>
8
|
–
Baik sebagai pemisah arus lalu-Iintas
–
Baik untuk pemutaran
|
5-8
|
–
Cukup untuk pemutaran kendaraan kecil
– Lebar praktis di wilayah
perkotaan
– Kebutuhan minimum jalan raya di
luar wilayah perkotaan
– Cukup untuk kendaraan belok kanan
dan memotong jalan di simpang tanpa
lampu lalu-Iintas lalu-Iintas
–
Cukup untuk penyediaan jalur perubahan kecepatan
|
2,5
– 5
|
–
Cukup untuk penyediaan jalur khusus belok kanan
–
Kebutuhan minimum jalan raya di wilayah perkotaan
|
2,0
– 2,5
|
–
Cukup untuk penempatan rambu, lampu lalu-Iintas, lampu penerangan jalan dan lain-lain
– Cukup untuk pemberhentian
sementara pejalan kaki
catatan
: perlu pemasangan penghalang (barrier)
|
Sumber:
NSPM
Tabel 1.5 Lebar Minimum Median dan Garis
tepi
Fungsi
|
Assesibilitas
|
Lebar
minimum (m)
|
|
Median
|
Tepian
|
||
Arteri
|
Akses
terkendali penuh
|
2,0
|
0,75
|
Arteri
primer Arteri Sekunder
|
Akses
terkendali penuh
|
2,0
|
0,5
|
Kolektor
primer
Kolektor
sekunder
|
Akses
terkendali sebagian/ tanpa kendali
|
2,0
|
0,25
|
Sumber:
NSPM
BAB I
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA
I.
STANDAR PERENCANAAN
Dalam merencanakan jalan raya bentuk
geometriknya harus ditentukan sedemikian rupa sehingga jalan raya yang
bersangkutan dapat memberikan pelayanan optimal kepada kegiatan lalu lintas
sesuai dengan fungsinya. Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen PU telah
menetapkan peraturan “ Perencanaan Geometrik Jalan Raya “ No. 13 / 1970,
sehingga semua perencanaan jaln di Indonesia harus berdasarkan pada peraturan tersebut.
Faktor – faktor yang mempengaruhi
perencanaan geometrik jalan raya :
- Lalu lintas
Masalah – masalah yang menyangkut
lalu lintas meliputi :
–
Volume / jumlah lalu lintas
–
Sifat dan komposisi lalu lintas
–
Kecepatan rencana lalu lintas
- Topografi
Topografi merupakan faktor penting
dalam menentukan lokasi jalan raya dan pada umumnya mempengaruhi alignement
sebagai standart perencanaan geometrik, seperti jalan landai, jarak pendangan,
penampang melintang dll.
Untuk melihat klasifikasi medan dan
besarnya kelerengan melintang, maka dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Golongan medan
|
Lereng melintang
|
– Datar (
D )
|
0
sampai 9,9 %
|
–
Perbukitan ( B )
|
10
sampai 24,9 %
|
–
Pegunungan ( G )
|
>25 %
|
II.
ALINYEMEN HORISONTAL
Adalah garis proyeksi sumbu jalan
yang tegak lurus bidang gambar, dikenal juga dengan sebutan “ Trase Jalan “.
Alinemen horisontal Terdiri dari :
Þ Garis Lurus (
Tangent ), merupakan bagian jalan lurus
Þ Garis lurus
Horisontal yang disebut tikungan
Bentuk – bentuk tikungan :
–
Full Circle
–
Spiral – Circle – Spiral
–
Spiral – Spiral
Syarat – syarat pemakaian :
Full Circle
Untuk menggunakan bentuk ini adalah
tergantung dari kecepatan rencana, jika sudah memenuhi yaitu dengan melihat
tabel sebagai berikut :
Kecepatan
Rencana
(
Km / Jam )
|
120
|
100
|
80
|
60
|
40
|
30
|
Jari-jari
lengkung
Minimum
( m )
|
2000
|
1500
|
1100
|
700
|
300
|
180
|
Gambar lengkung Circle
– Tc = R tan
½ b
–
Ec = Tc tan ¼ b
–
Lc = ( b / 360 ) 2R = 0.017453 R
Walaupun bentuk ini tidak mempunyai
lengkung peralihan ( Ls ) akan tetapi diperlukan adanya lengkung peralihan
fiktif ( Ls’ )
Ls’ = B ( em + E ) ————-
Dimana :
B = Lebar perkerasan ( m )
cm = Kemiringan melintang maksimum
relatif ( super elevasi max
pada tikungan tersebut )
E = Kemiringan perkerasan pada jalan
lurus
Spiral – Circle – Spiral
Syarat pemakaian
: – Bila bentuk Circle tidak dapat dipakai
– Dc <
0
Dc = D – 2q s
– Lc > 20 meter
Yang dihitung jika memenuhi Syarat
diatas :
qs = 90 Ls / p R
p = Ls² / 6R – R (
1-cos qs )
k = Ls – Ls³ /
40R² – R sin qs
Dc = D – 2qs
Lc = 0.017453 Dc . R
Tt = ( R + p ) tan 0.5 qs + k
Et = {( R + p ) sec 0.5
qs } – R
Ls min = 0.022 V³
– 2.727 V. k
R.c
c
Dimana :
Ls = Panjang lengkung spiral ( m )
V
= Kecepatan rencana ( Km / jam )
R
= Jari – jari circle ( m )
C
= Perubahan kecepatan ( m/det )
Harga c dianjurkan = 0.4 m/det
K
= Super elevasi
Spiral – spiral
Syarat pemakaian
:
– Bila bentuk S – P – S tidak bisa dipakai
– s = 0.5
yang dihitung jika memenuhi syarat
diatas adalah :
Ls
= ( qs . R ) / 28.648
Tt
= {( R + p ) tan 0.5 qs } + k
Et
= {( R + p ) sec 0.5 qs } – R
P
= p* . Ls
K
= k* . Ls
Gambar Lengkung Spiral-spiral
III.
ALINYEMEN VERTIKAL
Alinyemen vertikal adalah bidang
tegak yang melalui sumbu jalan atau proyeksi tegak lurus bidang gambar. Profil
ini menggambarkan tinggi rendahnya jalan terhadap muka tanah asli, sehingga
memberikan gambaran terhadap kemampuan kendaraan dalam keadaan naik dan
bermuatan penuh ( Truck digunakan sebagai kendaraan standart ).
Alinemen vertikal sangat erat
hubungannya dengan besarnya biaya pembangunan, biaya penggunaan kendaraan serta
jumlah lalu – lintas. Kalau pada alinemen horisontal yang menggunakan bagian
kritis adalah lengkung horisontal ( Bagian tikungan ), maka pada alinemen
vertikal yang merupakan bagian kritis justru pada bagian yang lurus. Kemampuan
pendakian dari kendaraan Truck sangat dipengaruhi oleh panjang pendakian (
Panjang kritis landai ) dan besarnya landai.
- a. Landai Maksimum dan
panjang Maksimum
Landai
Max
%
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
10
|
12
|
Panjang
Kritis
(
m )
|
480
|
330
|
250
|
200
|
170
|
150
|
135
|
120
|
Landai maksimum hanya digunakan bila
pertimbangan biaya sangat memaksa dan hanya untuk jarak yang pendek. Panjang
kritis landai dimaksudkan adalah panjang yang masih diterima tanpa
mengakibatkan gangguan arus lalu lintas ( Panjang ini menyebabkan pengurangan
kecepatan maksimum sebesar 25 Km / Jam ). Bila pertimbangan biaya memaksa, maka
panjang kritis dapat dilampaui dengan syarat ada jalur khusus untuk kendaraan
berat.
- b. Lengkung Vertikal
Pada setiap penggantian landai harus
dibuat lengkung vertikal yang memenuhi keamanan, kenyamanan dan Drainase yang
baik.
Rumus yang digunakan :
y’ = Ev
= ( A x L )
800
A = g2 – g1
Dimana :
Ev =
Penyimpangan dari titik potong kedua tangent ke lengkung vertikal ( Disini y’
= Ev untuk x = L
),jika Ev diperoleh > 0 berarti lengkung vertikal cembung dan sebaliknya.
A
= Perbedaan aljabar kedua tangen= g2 – g1
L
=Panjang lengkung vertikal cembung, adapun panjang
minimumnya ditentukan berdasarkan :
–
Syarat pandangan henti dan Drainase
– Syarat pandangan
menyiap
Lengkung vertikal terbagi atas :
- Lengkung Vertikal Cekung, adakah lengkung dimana titik
perpotongan antara kedua tangen berada di bawah permukaan
jalan.
- Lengkung Vertikal Cembung,adalah lengkung dimana titik
perpotongan antara kedua tangen berada diatas permukaan jalan bersangkutan
Panjang vertikal cembung hanya
ditentukan berdasarkan jarak pandangan waktu malam dan syarat drainase.
Persamaan umum dari lengkung vertikal adalah :
Y’ = + ( g2 – g1 ) x ²
200L
IV.
JARAK PANDANGAN
Kemungkinan untuk melihat ke
depan adalah faktor penting dalam sebuah operasi jalan raya agar tercapai
keadaan yang aman dan efisien.
Jarak pendangan adalah : jarak dimana
pengemudi dapat melihat bebas ke depan. Jarak ini dibagi atas dua, yaitu :
- a. Jarak Pandang Henti
—- adalah : Jarak minimum yang
dibutuhkan kendaraan untuk berhenti dari kecepatan desain, diukur pada saat
obyek pertama klinya terlihat pada jalur gerak kendaraan.
Rumus yang digunakan :
Dph = 0,278 Vt + [ V² / 254 (
f + L ) ]
Dimana : – Dph = Jarak
pandangan henti ( m 0
–
V = Kecepatan rencana ( Km / jam )
–
t = t1 + t2 >
25 detik
dimana : t1 = Waktu sadar (
Perception Time ) yakni waktu pertama melihat benda yang ada pada jalurnya
sampai keputusan harus mengerem ( Harga diambil t1 = 1,5 detik ).
t2 = waktu eaksi mengerem ( Brake
reaction time ), diambil berdasarkan test t2 = 1 detik
f = Koefisien
gesek antara ban dan jalan
L = Landai jalan dalam
persen dibagi 100
- b. Jarak Pandang Menyiap
—– Adalah : Jarak yang dibutuhkan
untuk menyusul atau menyiap kendaraan lain, yang dipergunakan hanya untuk jalan
dua lajur.
Rumus yang digunakan : Dpm =
D1 + D2 + D3 + D4
Dimana : Dpm = Jarak pandang
menyiap
D1 = Jarak yang
ditempuh selama pengamatan
= 0,278 t1 ( V – m + 0,5 at1 )
D2 = Jarak antara
kendaraan yang menyiap setelah gerakan menyiap dengan kendaraan lawan
= 30 – 100 meter
D4 = Jarak yang
ditempuh arah lawan = 2/3 D2
tl
= Waktu selama membuntuti kendaraan yang akan disusul sampai akan menyiap
t2 =
Waktu selama kendaraan yang menyiap berada pada jalur kendaran arah berlawanan
V
= Kecepatan rata – rata kendaraan penyusul
m =
Perbedaan kecepatan ( Km / Jam )
a
= Percepatan rata – rata
V.
PELEBARAN PADA TIKUNGAN
Pelebaran pada tikungan diperlukan
oleh karena bagian belakang kendaraan terutama yang bergandengan tidak
mengikuti jalur gerak bagian depannya.
Pelebaran perkerasan pada tikungan
sangat bergantung pada :
R
= Jari – jari tikungan
= Sudut tikungan
V
= Kecepatan rencana
Rumus – rumus yang digunakan dalam
menghitung pelebaran ini adalah :
B = n ( b’ + c ) + ( n – 1 ) . Td +
Z
Dimana :
n = jumlah jalur lalu lintas
b’
= Lebar lintasan truck pada tikungan ( m )
= R – ( R² – p ) ^ ½ + 2.4
c
= Kebebasab samping ( 0.4 – 0.8 m )
Td =
Lebar melintang akibat tonjolan depan ( m )
= { R² – A ( 2P + A )}^ ½ – R
Z
= Lebar tambahan akibat kelainan dalam mengemudi ( m )
= 0.105 V/R
p
= 6.1 m
A
= 1.2 m
VI.
KEMIRINGAN MELINTANG JALAN
Pada daerah tikungan, kemiringan
melintang dari permukaan jalan mengalami perubahan, yaitu dari kemiringan penuh
yang berubah berangsur –angsur. Perubahan profil melintang dapat dilakukan
dalam tiga tempat, yaitu :
- Sumbu jalan sebagai sumbu putar
- Tepi perkerasan sebelah dalam sebagai sumbu putar
- Tepi perkerasan sebelah luar sebagai sumbu putar
JENIS JEMBATAN
Pengertian
jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan
dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah
yang dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan
raya yang melintang tidak sebidang dan lain-lain. Jenis jembatan berdasarkan
fungsi, lokasi, bahan konstruksi dan tipe struktur sekarang ini telah mengalami
perkembangan pesat sesuai dengan kemajuan jaman dan teknologi, mulai dari yang
sederhana sampai pada konstruksi yang mutakhir.
Berdasarkan
fungsinya, jembatan dapat dibedakan
sebagai berikut.
1)
Jembatan jalan raya (highway bridge),
2)
Jembatan jalan kereta api (railway bridge),
3)
Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian
bridge).
Berdasarkan
lokasinya, jembatan dapat dibedakan
sebagai berikut.
1)
Jembatan di atas sungai atau danau,
2)
Jembatan di atas lembah,
3)
Jembatan di atas jalan yang ada (fly over),
4)
Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert),
5)
Jembatan di dermaga (jetty).
Berdasarkan
bahan konstruksinya, jembatan dapat
dibedakan menjadi beberapa macam :
1)
Jembatan kayu (log bridge),
2)
Jembatan beton (concrete bridge),
3)
Jembatan beton prategang (prestressed
concrete bridge),
4)
Jembatan baja (steel bridge),
5)
Jembatan komposit (compossite bridge).
Berdasarkan
tipe strukturnya, jembatan dapat
dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain :
1)
Jembatan plat (slab bridge),
2)
Jembatan plat berongga (voided slab
bridge),
3)
Jembatan gelagar (girder bridge),
4)
Jembatan rangka (truss bridge),
5)
Jembatan pelengkung (arch bridge),
6)
Jembatan gantung (suspension bridge),
7)
Jembatan kabel (cable stayed bridge),
8)
Jembatan cantilever (cantilever bridge).
STRUKTUR
JEMBATAN
1)
Struktur Atas (Superstructures)
Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima
beban langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan,
beban lalu-lintas kendaraan, gaya rem, beban pejalan kaki, dll.
Struktur
atas jembatan umumnya meliputi :
a)
Trotoar :
o
Sandaran dan tiang sandaran,
o
Peninggian trotoar (Kerb),
o
Slab lantai trotoar.
b)
Slab lantai kendaraan,
c)
Gelagar (Girder),
d)
Balok diafragma,
e)
Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang),
f)
Tumpuan (Bearing).
2) Struktur Bawah (Substructures)
Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh
beban struktur atas dan beban lain yang ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran
air dan hanyutan, tumbukan, gesekan pada tumpuan dsb. untuk kemudian disalurkan
ke fondasi. Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan oleh fondasi ke tanah
dasar.
Struktur
bawah jembatan umumnya meliuputi :
a)
Pangkal jembatan (Abutment),
o
Dinding belakang (Back wall),
o
Dinding penahan (Breast wall),
o
Dinding sayap (Wing wall),
o
Oprit, plat injak (Approach slab)
o Konsol pendek untuk jacking(Corbel),
o
Tumpuan (Bearing).
b)
Pilar jembatan (Pier),
o
Kepala pilar (Pier Head),
o
Pilar (Pier), yg berupa dinding,
kolom, atau portal,
o
Konsol pendek untuk jacking(Corbel),
o
Tumpuan (Bearing).
3) Fondasi
Fondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban
jembatan ke tanah dasar. Berdasarkan sistimnya, fondasi abutment atau pier
jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam jenis, antara lain :
a) Fondasi telapak (spread footing)
b) Fondasi sumuran (caisson)
c) Fondasi tiang (pile
foundation)
o Tiang pancang kayu (Log Pile),
o Tiang pancang baja (Steel Pile),
o Tiang pancang beton (Reinforced Concrete Pile),
oTiang pancang beton prategang pracetak
(Precast Prestressed Concrete Pile),
o Tiang beton cetak di tempat (Concrete Cast in Place),
o Tiang pancang komposit (Compossite Pile),
KRITERIA
PERENCANAAN JEMBATAN
1.
Survei dan Investigasi
Dalam
perencanaan teknis jembatan perlu dilakukan survei dan investigasi yang
meliputi :
1) Survei tata guna
lahan,
2) Survei lalu-lintas,
3) Survei topografi,
4) Survei hidrologi,
5) Penyelidikan tanah,
6) Penyelidikan geologi,
7)
Survei bahan dan tenaga kerja setempat.
Hasil
survei dan investigasi digunakan sebagai dasar untuk membuat rancangan teknis
yang menyangkut beberapa hal antara lain :
1) Kondisi tata guna lahan, baik yang ada pada jalan
pendukung maupun lokasi jembatan berkaitan dengan ketersediaan lahan yang ada.
2)
Ketersediaan material, anggaran dan sumberdaya manusia.
3)
Kelas jembatan yang disesuaikan dengan kelas jalan dan volume lalu lintas.
4) Pemilihan jenis konstruksi jembatan
yang sesuai dengan kondisi topografi, struktur tanah, geologi, hidrologi serta
kondisi sungai dan perilakunya.
2.
Analisis Data
Sebelum
membuat rancangan teknis jembatan perlu dilakukan analisis data hasil survei
dan investigasi yang meliputi, antara lain :
1)
Analisis data lalu-lintas.
Analisis
data lalu-lintas digunakan untuk menentukan klas jembatan yang erat hubungannya
dengan penentuan lebar jembatan dan beban lalu-lintas yang direncanakan.
2)
Analisis data hidrologi.
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya
debit banjir rancangan, kecepatan aliran, dan gerusan (scouring) pada sungai dimana jembatan akan dibangun.
3)
Analisis data tanah.
Data hasil pengujian tanah di laboratorium maupun di
lapangan yang berupa pengujian sondir, SPT, boring, dsb. digunakan untuk
mengetahui parameter tanah dasar hubungannya dengan pemilihan jenis konstruksi
fondasi jembatan.
4)
Analisis geometri.
Analisis ini dimaksudkan untuk menentukan elevasi
jembatan yang erat hubungannya dengan alinemen vertikal dan panjang jalan
pendekat (oprit).
3.
Pemilihan Lokasi Jembatan
Dasar
utama penempatan jembatan sedapat mungkin tegak lurus terhadap sumbu rintangan
yang dilalui, sependek, sepraktis dan sebaik mungkin untuk dibangun di atas
jalur rintangan.
Beberapa
ketentuan dalam pemilihan lokasi jembatan dengan memperhatikan kondisi setempat
dan ketersediaan lahan adalah sebagai berikut :
1) Lokasi jembatan harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga tidak menghasilkan kebutuhan lahan yang besar sekali.
2) Lahan yang dibutuhkan harus sesedikit mungkin
mengenai rumah penduduk sekitarnya, dan diusahakan mengikuti as jalan existing.
3) Pemilihan lokasi jembatan selain harus
mempertimbangkan masalah teknis yang menyangkut kondisi tanah dan karakter
sungai yang bersangkutan, juga harus mempertimbangkan masalah ekonomis serta
keamanan bagi konstruksi dan pemakai jalan.
4.
Bahan Konstruksi Jembatan
Dalam
memilih jenis bahan konstruksi jembatan secara keseluruhan harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1)
Biaya konstruksi,
2)
Biaya perawatan,
3)
Ketersediaan material,
4)
Flexibilitas (konstruksi dapat dikembangkan atau dilaksanakan secara bertahap),
5)
Kemudahan pelaksanaan konstruksi,
6)
Kemudahan mobilisasi peralatan.
Tabel
1. berikut menyajikan rangkuman jenis konstruksi, bahan konstruksi dan bentang
maksimum jembatan standar Bina Marga yang ekonomis dalam keadaan normal yang
sering digunakan.
Tabel
1. Bentang maksimum jembatan standar untuk berbagai jenis dan bahan
BAHAN
|
JENIS
|
BENTANG MAX.(M)
|
Beton
|
Culvert
Slab bridge
T-Girder,
I-Girder
|
4.00 – 6.00
6.00
– 8.00
6.00
– 25.00
|
Beton Prategang
|
PCI-Girder
Prestressed
Box Girder
|
15.00-35.00
40.00
– 50.00
|
Baja
|
Truss
bridge
|
60.00
– 100.00
|
Komposit
|
Compossite
bridge
|
10.00
– 40.00
|
PERENCANAAN
STRUKTUR JEMBATAN
Perencanaan
struktur jembatan yang ekonomis dan memenuhi syarat teknis ditinjau dari segi
keamanan serta rencana penggunaannya, merupakan suatu hal yang sangat penting
untuk diupayakan.
Dalam
perencanaan teknis jembatan perlu dilakukan identifikasi yang menyangkut
beberapa hal antara lain :
1.
Kondisi tata guna lahan, baik yang ada pada jalan pendukung maupun lokasi
jembatan berkaitan dengan ketersediaan lahan yang ada.
2.
Kelas jembatan yang disesuaikan dengan kelas jalan dan volume lalu lintas.
3.
Struktur tanah, geologi dan topografi serta kondisi sungai dan perilakunya.
4.
Pemilihan jenis struktur dan bahan konstruksi jembatan yang sesuai dengan
kondisi medan, ketersediaan material dan sumber daya manusia yang ada.
5.
Penguasaan tentang teknologi perencanaan, metode pelaksanaan, peralatan,
material/ bahan mutlak dibutuhkan dalam perencanaanjembatan.
6.
Analisis Struktur yang akurat dengan metode analisis yang tepat agar diperoleh
hasil perencanaan jembatan yang optimal.
Metode
perencanaan struktur jembatan yang digunakan ada dua macam, yaitu Metode
perencanaan ultimit (Load Resistant
Factor Design, LRFD) dan Metode perencanaan tegangan ijin (Allowable Stress Design, ASD).
Perhitungan struktur atas jembatan umumnya dilakukan dengan metode ultimit dengan
pemilihan faktor beban ultimit sesuai peraturan yang berlaku. Metode
perencanaan tegangan ijin dengan beban kerja umumnya digunakan untuk
perhitungan struktur bawah jembatan (fondasi). Untuk tipe jembatan simple
girder, perhitungan dapat dilakukan secara manual dengan Excel. Untuk tipe
jembatan yang berupa rangka, perhitungan struktur dilakukan dengan komputer
berbasis elemen hingga (finite element)
untuk berbagai kombinasi pembebanan yg meliputi berat sendiri, beban mati
tambahan, beban lalu-lintas kendaraan (beban lajur, rem, pedestrian), dan beban
pengaruh lingkungan (temperatur, angin, gempa) dengan pemodelan struktur 3-D (space-frame). Metode analisis yang
digunakan adalah analisis linier metode matriks kekakuan langsung (direct stiffness matriks) dengan
deformasi struktur kecil dan material isotropic. Program komputer yang
digunakan untuk analisis adalah SAP2000 V-11. Dalam program tersebut berat
sendiri struktur dan massa struktur dihitung secara otomatis.
Dalam
blog ini diberikan beberapa contoh perhitungan struktur jembatan beton
prategang mulai dari struktur atas yang terdiri dari slab lantai jembatan dan
girder prategang (prestressed concrete girder) sampai struktur bawah yang
berupa abutment dan pier tipe dinding termasuk fondasinya. Perhitungan
PCI-girder ini digunakan untuk perencanaan struktur Jembatan Srandakan II,
Kulon Progo, D.I. Yogyakarta dan Jembatan Tebing Rumbih, Kalsel. Selain itu
diberikan juga beberapa contoh perhitungan struktur atas sbb.
· Prestressed Concrete
Box Girder (Gejayan Fly Over, Yogyakarta).
· Concrete I – Girder
(Jembatan Ngawen, Gunung Kidul).
· Concrete T – Girder
(Jembatan Brantan, Kulon Progo).
· Compossite Girder
(Jembatan Bonjok, Kebumen, Jateng)
Untuk
jembatan beton tipe busur (Concrete Arch Bridge) diberikan contoh perhitungan
yang meliputi :
· Jembatan Plat Lengkung
(Jembatan Wanagama, D.I. Yogyakarta)
· Jembatan Rangka
Lengkung (Jembatan Sarjito II, Yogyakarta).
Contoh
perhitungan struktur jembatan tipe plat untuk bentang pendek meliputi :
· Underpass (Jombor Fly
Over, Yogyakarta)
· Box Culvert (Jembatan
Kalibayem, Yogyakarta)
Selain
perhitungan Pier tipe dinding, juga diberikan contoh perhitungan Pier tipe yang
lain seperti :
· Pier Tipe Kolom Tunggal
(Gejayan Fly Over, Yogyakarta)
· Pier Tipe Portal (Jembatan
Boro, Purworejo, Jateng)
Contoh
perhitungan tersebut dapat di-down load pada tautan berikut di bawah.
Abutment
dan Pier
MANAJEMEN DAN STRATEGI PENCAPAIAN MUTU JEMBATAN
A.
LATAR BELAKANG
Peningkatan
sarana transportasi sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan
menunjang pembangunan nasional di masa yang akan datang. Sesuai dengan
perkembangan daerah yang bersangkutan, jembatan merupakan salah satu sarana
prasarana transportasi yang sangat menentukan dalam upaya menunjang kelancaran
lalu lintas dan meningkatkan aktifitas perekonomian di daerah yang mulai
berkembang. Oleh pembangunan jembatan baik kualitas maupun kuantitasnya
mempunyai arti penting untuk guna menunjang tercapainya program merupakan hal
yang sangat penting jembatan.
Jembatan
yang merupakan bagian dari sistem jaringan transportasi darat mempunyai peranan
yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menunjang pembangunan nasional di
masa yang akan datang. Oleh sebab itu perencanaan, pembangunan dan rehablillasi
serta fabrikasi konstruksi jembatan perlu diupayakan seefektif dan seefisien
mungkin, sehingga pembangunan jembatan dapat mencapai sasaran mutu jembatan
yang direncanakan. Manajemen dan strategi pencapaian mutu jembatan harus
dilakukan untuk menghindari terjadinya rekonstruksi yang harus dilakukan
apabila ada bagian yang tidak memenuhi stándar mutu yang diharapkan.
Para
pemerhati Jembatan Indonesia yang terdiri dari Kalangan Pemerintahan,
Akademisi, Konsultan Perencana dan Pengawas, Kontraktor atau Pelaksana
Fabrikasi dan Supplier turut terlibat dan bertanggung jawab atas pembangunan
jembatan yang efektif, efisien dan berdaya guna sesuai dengan tuntutan zaman
dan perkembangan teknologi.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud kegiatan
manajemen dan strategi pencapaian mutu jembatan adalah untuk dapat memberikan
arahan dan pedoman terhadap pembangunan prasarana transportasi yang berupa
jembatan yang memenuhi stándar
mutu dan berdaya guna sehingga dapat menunjang strategi Pembangunan Wilayah di
Pemerintah Daerah Kabupaten maupun Propinsi.
Tujuan yang hendak
dicapai adalah untuk mendapatkan cara penanganan yang efisien dan efektif dalam
pencapaian mutu jembatan yang memenuhi stándar.
C. PENGERTIAN JEMBATAN
Jembatan adalah
suatu struktur kontruksi yang memungkinkan route transportasi melalui sungai,
danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain. Jembatan adalah suatu
struktur konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang
terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai
saluran irigasi dan pembuang . Jalan ini
yang melintang yang tidak sebidang dan lain-lain.
Sejarah jembatan
sudah cukup tua bersamaan dengan terjadinya hubungan komunikasi dan
transportasi antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam
lingkungannya. Macam dan bentuk serta bahan yang digunakan mengalami perubahan
sesuai dengan kemajuan jaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sekali
sampai pada konstruksi yang mutakhir.
Mengingat fungsi
dari jembatan yaitu sebagai penghubung dua ruas jalan yang dilalui rintangan,
maka jembatan dapat dikatakan merupakan bagian dari suatu jalan, baik jalan
raya atau jalan kereta api.
Berikut beberapa
jenis jembatan :
3 Jembatan diatas sungai
1 Jembatan diatas saluran irigasi/ drainase
1 Jembatan diatas lembah
1 Jembatan diatas jalan yang ada (fly over)
Bagian-bagian
Konstruksi Jembatan terdiri dari :
Konstruksi
Bangunan Atas (Superstructures)
Sesuai dengan
istilahnya, bangunan atas berada pada bagian atas suatu jembatan, berfungsi
menampung beban-beban yang ditimbulkan oleh suatu lintasan orang, kendaraan,
dll, kemudian menyalurkan pada bangunan bawah.
Konstruksi bagian
atas jembatan meliputi :
1 Trotoir
1 Sandaran dan tiang sandaran
1 Peninggian trotoir (kerb)
1 Konstruksi trotoir
1 Lantai kendaraan dan perkerasan
1 Balok gelagar
1 Balok diafragma / ikatan melintang
1 Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan rem,ikatan tumbukan)
1 Perletakan (tumpuan)
Konstruksi Bangunan
Bawah (Substructures)
Bangunan bawah
pada umumnya terletak disebelah bawah bangunan atas. Fungsinya untuk menerima
beban-beban yang diberikan bangunan atas dan kemudian menyalurkan ke pondasi,
beban tersebut selanjutnya oleh pondasi disalurkan ke tanah.
Konstruksi bagian
bawah jembatan meliuputi :
1 Pangkal jembatan (abutment) dan pondasi
1 Pilar jembatan (pier) dan pondasi
D. KRITERIA PERENCANAAN JEMBATAN
Dalam perencanaan
teknis jembatan perlu dilakukan identifikasi yang menyangkut beberapa hal antara
lain :
Kondisi tata guna
lahan, baik yang ada pada jalan pendukung maupun lokasi jembatan berkaitan
dengan ketersediaan lahan yang ada.
Kelas jembatan
yang disesuaikan dengan kelas jalan dan volume lalu lintas.
Struktur tanah,
geologi dan topografi serta kondisi sungai dan perilakunya.
1. Pemilihan Lokasi
Jembatan
Dasar utama
penempatan jembatan sedapat mungkin tegak lurus terhadap sumbu rintangan yang
dilalui, sependek, sepraktis dan sebaik mungkin untuk dibangun di atas jalur
rintangan.
Beberapa ketentuan
dalam pemilihan lokasi jembatan dengan memperhatikan kondisi setempat dan
ketersediaan lahan adalah sebagai berikut :
Lokasi jembatan
harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan kebutuhan lahan
yang besar sekali.
Lahan yang dibutuhkan
harus sesedikit mungkin mengenai rumah penduduk sekitarnya, dan diusahakan
mengikuti as jalan existing.
2. Bahan Konstruksi
Jembatan
Ditinjau dari
klasifikasi bangunan penyeberangan secara umum, bahan konstruksi jembatan dapat
dikelompokkan seperti yang tercantum pada tabel 1.
Tabel 1. Bahan Konstruksi Jembatan
Bagian
|
Bahan
|
Jenis
|
Struktur atas
|
Beton bertulang
|
Slab
|
|
|
Girder
|
|
Beton prategang
|
Girder
|
|
Baja
|
Truss
|
|
Komposit
|
Girder
|
|
|
Suspension
|
Struktur bawah
|
Beton bertulang
|
Abutment
|
|
|
Pier
|
Fondasi
|
Beton bertulang
|
Footplat
|
|
|
Sumuran
|
|
|
Tiang pancang
|
|
|
Bore-pile
|
3. Pemilihan
Konstruksi Atas Jembatan
Pemilihan
konstruksi atas jembatan ditetapkan dengan mempertimbangkan konstruksi yang
kuat, aman, dan ekonomis. Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih jenis
konstruksi atas antara lain :
1 Mudah pelaksanaannya
1 Biaya pelaksanaan murah
1 Pengadaan bahan relatif mudah
1 Biaya perawatan relatif rendah
1 Cukup kuat dengan biaya relatif murah
1 Bentang sungai
4. Pemilihan Konstruksi
Bawah Jembatan
Pemilihan
konstruksi bawah jembatan harus memperhatikan kondisi tanah setempat dan pola
aliran sungai. Konstruksi ditetapkan berdasarkan pertimbangan kekuatan, biaya,
serta kemudahan dalam pelaksanaan. Tahapan yang harus dilakukan dalam
perencanaan fondasi jembatan antara lain :
1 Pemeriksaan rencana tahanan lateral ultimit geser maupun tahanan
tekanan pasif pada fondasi.
1 Stabilitas terhadap geser dan guling.
1 Kapasitas daya dukung ultimit.
1 Penurunan (settlement) pada fondasi.
Kentungan Fly Over
LITERATURE
Terdapat beberapa literatur yang memuat
ketentuan pembebanan dan aksi-aksi lain yang digunakan dalam perencanaan
jembatan jalan raya termasuk jembatan pejalan kaki dan bangunan sekunder yang
terkait dengan jembatan. Anda dapat men-down
load literatur sebagai berikut :
1. Standar Pembebanan Untuk Jembatan, RSNI T-02-2005,
Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga, 2005
2. Standar Perencanaan Gempa Untuk Jembatan, SNI 2833-2008
3. Perencanaan Struktur Baja Untuk Jembatan, RSNI
T-03-2005, Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina
Marga, 2005
4. Standar Jembatan Bina Marga5. Spspesifikasi pilar dan kepala jembatan sederhana bentang 5 m sampai 25 m dengan fondasi tiang pancang, SNI 2451-2008
6. Spesifikasi bantalan elastomer tipe polos dan tipe berlapis untuk perletakan jembatan, SNI 3967-2008
Untuk lebih memahami tentang metode perencanaan dan konstruksi gelagar beton prategang pracetak dengan metode segmental maupun jembatan box-girder, sebaiknya anda membaca beberapa literatur sebagai berikut :
7. Anonim, Precast Segmental Box Girder Bridges with External Prestressing, Design and Construction 8. Anonim, Preliminary Design of Precat Prestressed Concrete Box Girder Bridges 9. Anonim, Extended Span Rauges of Precast Prestressed Concrete Girder, National Cooperative Highway Research Program (NCHRP), 2001
10. Anonim, Connection of Simple Span Precast Concrete Girder for Continuity, National Cooperative Highway Research Program (NCHRP), 2001
11. Schlaich and Scheef, Concrete Box-Girder Bridges, International Association for Bridge and Structural Engineering, 1982
Beberapa literatur yang berhubungan dengan perencanaan dan pelaksanaan rigid pavement (perkerasan beton semen) yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga, 2004, antara lain sebagai berikut :
12. Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, Pd.T-14-2003
13. Petunjuk Pelaksanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen),
14. Pelaksanaan Pelaksanaan Jalan Beton Semen, Pd.T-05-2004 B
Literatur tersebut dapat di- down load dalam blog ini melalui tautan sebagai berikut :
1. Standar Pembebanan Untuk Jembatan, RSNI T-02-2005,
Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga, 2005
2. Standar Perencanaan Gempa Untuk Jembatan, SNI 2833-2008
3. Perencanaan Struktur Baja Untuk Jembatan, RSNI
T-03-2005, Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina
Marga, 2005
4. Standar Jembatan Bina Marga5. Spspesifikasi pilar dan kepala jembatan sederhana bentang 5 m sampai 25 m dengan fondasi tiang pancang, SNI 2451-2008
6. Spesifikasi bantalan elastomer tipe polos dan tipe berlapis untuk perletakan jembatan, SNI 3967-2008
Untuk lebih memahami tentang metode perencanaan dan konstruksi gelagar beton prategang pracetak dengan metode segmental maupun jembatan box-girder, sebaiknya anda membaca beberapa literatur sebagai berikut :
7. Anonim, Precast Segmental Box Girder Bridges with External Prestressing, Design and Construction 8. Anonim, Preliminary Design of Precat Prestressed Concrete Box Girder Bridges 9. Anonim, Extended Span Rauges of Precast Prestressed Concrete Girder, National Cooperative Highway Research Program (NCHRP), 2001
10. Anonim, Connection of Simple Span Precast Concrete Girder for Continuity, National Cooperative Highway Research Program (NCHRP), 2001
11. Schlaich and Scheef, Concrete Box-Girder Bridges, International Association for Bridge and Structural Engineering, 1982
Beberapa literatur yang berhubungan dengan perencanaan dan pelaksanaan rigid pavement (perkerasan beton semen) yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga, 2004, antara lain sebagai berikut :
12. Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, Pd.T-14-2003
13. Petunjuk Pelaksanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen),
14. Pelaksanaan Pelaksanaan Jalan Beton Semen, Pd.T-05-2004 B
Literatur tersebut dapat di- down load dalam blog ini melalui tautan sebagai berikut :
PERATURAN DAN STANDAR
JEMBATAN
l Spesifikasi Pilar dan Kepala Jembatan Sederhana Bentang 5 m sampai
25 m dengan Fondasi Tiang Pancang
SLAB ON GRADE
REFERENCE
BROSUR
Thanks, sangat membantu !
ReplyDelete