Diposkan
31st October 2011 oleh menic
EL jannati
BEBAN YANG DIHITUNG DALAM MERENCANAKAN
JEMBATAN
Secara umum beban – beban yang dihitung
dalam merencanakan jembatan dibagi atas dua yaitu beban primer dan beban
sekunder. Beban primer adalah beban utama dalam perhitungan tegangan untuk
setipa perencanaan jembatan, sedangkan beban sekunder adalah beban sementara
yang mengakibatkan tegangan – tegangan yang relatif kecil daripada tegangan
akibat beban primer dan biasanya tergantung dari bentang,bahan,sistem
kontruksi,tipe jembatan dan keadaan setempat.
1. Beban Mati
Beban mati adalah semua muatan yang
berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau,
termasuk segala unsur tambahan tetap yang dianggap merupakan satu satuan dengan
jembatan (Sumantri, 1989:63). Dalam menentukan besarnya muatan mati harus
dipergunakan nilai berat volume untuk bahan-bahan bangunan.
contoh beban mati pada jembatan: berat
beton, berat aspal, berat baja, berat pasangan bata, berat plesteran dll.
2. Beban Hidup
Yang termasuk dengan beban hidup adalah
beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan bergerak lalu lintas dan/atau
pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan. Berdasarkan PPPJJR-1987,
halaman 5-7, beban hidup yang ditinjau
terdiri dari :
a.
Beban “T”(Beban lantai kendaraan)
Beban “T” merupakan beban kendaraan truk
yang mempunyai beban roda ganda (Dual Wheel Load) sebesar 10 ton, yang bekerja
pada seluruh lebar bagian jembatan yang dingunakan untuk lalu lintas kendaraan.
b. Beban “D”(Jalur lalu lintas )
Beban “D” adalah susunan beban pada setiap
jalur lalu lintas yang terdiri dari beban garis “P” ton per jalur lalu lintas
(P = 12 ton) dan beban terbagi rata “q” ton per meter panjang per jalur sebagai
berikut:
q = 2,2 t/m
untuk L < 30 m.
q = 2,2 t/m – {(1,1/60) x (L – 30)}
t/m untuk 30 m < L < 60 m.
q = 1,1{1 + (30/L)} untuk L
> 60 m.
Ketentuan penggunaan beban “D” dalam arah
melintang jembatan sebagai berikut:
§
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan < 5,50 m, beban “D”
sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh jembatan.
§
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan > 5,50 m, beban “D”
sepenuhnya (100%) dibebankan pada lebar jalur 5,50 m sedangkan lebar selebihnya
dibebani hanya separuh beban “D” (50%).
contoh beban hidup pada jembatan: beban
kendaraan yang melintas, beban orang berjalan dll.
3. Beban Kejut
Menurut Anonim (1987:10) beban kejut
diperhitungkan pengaruh getaran-getaran dari pengaruh dinamis lainnya.,
tegangan-tegangan akibat beban garis (P) harus dikalikan dengan koefisien
kejut. Sedangkan beban terbagi rata (q) dan beban terpusat (T) tidak dikalikan
dengan koefisien kejut. Besarnya koefisien kejut ditentukan dengan rumus:
k = 1 + ((20 / (50+L))
Sedangkan Beban Sekunder terdiri dari
beban angin,gaya rem, dan gaya akibat perbedaan suhu.
1.
Beban Angin
Pengaruh tekanan angin bekerja dalam arah
horizontal sebesar 100 kg/cm2. Dalam memperhitungkan jumlah luas
bagian jembatan pada setiap sisi digunakan jumlah luas bagian jembata pada
setiap sisi digunakan ketentuan sebagai berikut:
1. Untuk jmbatan
berdinding penuh diambil sebesar 100% terhadap luas sisi jembatan
2. Untuk jembatan rangka
diambil sebesar 30% terhadap luas sisi jembatan.
2.
Beban Gaya Rem
Gaya ini bekerja dalam arah memanjang
jembatan, akibat gaya rem dan traksi ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas.
pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya rem sebesar 5% dari muatan
D tanpa koefisien kejut yang memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada dalam
satu jurusan.
3.
Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Perbedaan suhu harus ditetapkan sesuai
dengan keadaan setempat. Diasumsikan untuk baja sebesar C dan beton 10.
Peninjauan khusus terhadap timbulnya tegangan-tegangan akibat perbedaan suhu
yang ada antara bagian-bagian jembatan dengan bahan yang berbeda.
4. Beban Gempa
untuk pembangunan jembatan pada daerah
yang dipengaruhi oleh gempa, maka beban gempa juga diperhitungkan dalam
perencanaan struktur jembatan
5. Beban
angin
ILMU JEMBATAN
Jembatan adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk
melewatkan lalu lintas yang terputus pada kedua ujungnya akibat adanya hambatan
berupa: sungai / lintasan air, lembah, jalan / jalan kereta api yang menyilang
dibawahnya. Struktur bawah jembatan adalah pondasi. Suatu sistem pondasi harus
dihitung untuk menjamin keamanan, kestabilan bangunan diatasnya, tidak boleh
terjadi penurunan sebagian atau seluruhnya melebihi batas-batas yang diijinkan.
5 Prinsip Pemilihan
Konstruksi Jembatan
A. Konstruksi Sederhana
(bisa dikerjakan masyarakat) bos
B. Harga Murah
(manfaatkan material lokal)
C. Kuat & Tahan Lama
(mampu menerima beban lalin)
D. Perawatan Mudah &
Murah (bisa dilakukan masy)
E. Stabil & Mampu
Menahan Gerusan Air
Hal Hal Yang Harus Diperhitungkan Dalam Pembuatan
Pondasi
1. Berat bangunan yang
harus dipikul pondasi berikut beban-beban hidup, mati serta beban-beban lain
dan beban- beban yang diakibatkan gaya-gaya eksternal
2. Jenis tanah dan daya
dukung tanah
3. Bahan pondasi yang tersedia
atau mudah diperoleh di tempat
4. Alat dan tenaga kerja
yang tersedia
5. Lokasi dan lingkungan
tempat pekerjaan
6. Waktu dan biaya
pekerjaan
Pemilihan Letak Jembatan
1. Pilih Bentang
Terpendek
2. Hindari Lokasi Belokan
Sungai
3. Hindari Tinggi Abutment
yang Tinggi
Bangunan Pelengkap
Jembatan
1. Sayap Jembatan
Fungsi : Menahan tebing sungai dan pangkal
jembatan
2. Krib
Fungsi : Mengarahkan & mengurangi
hantaman air pada sayap & pangkal jembatan yang terletak di belokan sungai.
3. Oprit
Fungsi : Jalan masuk ke Jembatan & Tanjakan maksimum 12%
Fungsi : Jalan masuk ke Jembatan & Tanjakan maksimum 12%
Jenis Konstruksi & Batasan Jembatan
yang “Biasa” atau“Disarankan” di PPK :
1. Berat bangunan yang
harus dipikul pondasi berikut beban-beban hidup, mati serta beban-beban lain
dan beban- beban yang diakibatkan gaya-gaya eksternal
2. Jenis tanah dan daya
dukung tanah
3. Bahan pondasi yang
tersedia atau mudah diperoleh di tempat
4. Alat dan tenaga kerja
yang tersedia
5. Lokasi dan lingkungan
tempat pekerjaan
6. Waktu dan biaya
pekerjaan
Catatan : Jembatan dengan jenis konstruksi
khusus & panjang bentang diluar keempat jenis diatas, perlu persetujuan
dari KMT.
Ada beberapa jenis konstruksi yaitu :
1. Jembatan Gelagar Besi Lantai Kayu
Kelebihan :
Ada beberapa jenis konstruksi yaitu :
1. Jembatan Gelagar Besi Lantai Kayu
Kelebihan :
l Harga
Murah (jika ada kayu di desa setempat)
l Konstruksi
Sederhana
l Kekuatan
Gelagar (besi) Terjamin
l Perawatan
Mudah & Murah
l 5.Gelagar
Besi Awet (jika terlindung dari karat)
Kekurangan :
l Kayu
Lantai Sering Lapuk (apalagi kualitas kayu rendah)
l Kenyamanan
Lalu Lintas Kurang
2. Jembatan Beton Bertulang
Kelebihan :
l Awet
(tidak mengenal istilah lapuk seperti kayu)
l “Relatif”
Tidak Perlu Perawatan
l Nyaman
bagi Lalu Lintas
l Harga
murah jika dikaitkan dengan umur pakai/manfaat yang panjang krn kualitas baik
Kekurangan :
l Harga
Mahal jika kualitas jelek shg umur pakai pendek
l Konstruksi
Lebih Rumit
l Perlu
Pengawasan Ketat untuk Menjamin Kualitas Beton
l Pondasi
Perlu Lebih Kuat (beban konstruksi lebih berat)
l Lebih
Sulit dalam Perbaikan, jika ada kerusakan
l Kesalahan
dalam “pengecoran” Sulit Diperbaiki
3. Jembatan Gantung
Kelebihan :
Kelebihan :
l Bentang
Cukup Panjang
l Harga
Murah
l Konstruksi
Sederhana
l Pelaksanaan
Mudah
l Kabel
Baja “Awet”
l Tidak
Ada Pekerjaan “Pondasi di Air atau Pilar”
Kekurangan :
l Kayu
Lantai Mudah Lapuk (apalagi jika kualitas kayu rendah)
l Hanya
bisa untuk Kend Roda 2 (untuk bisa kend roda 4 harus ada perhitungan yang
rumit)
l Kurang
Nyaman (kondisi yang bergoyang)
4. Jembatan Gelagar & Lantai Kayu
Kelebihan :
Kelebihan :
l Harga
Murah (apalagi jika ada kayu di desa setempat)
l Konstruksi
Sederhana
l Pelaksanaan
Mudah
l Pemeliharaan
Cukup Mudah
Kekurangan :
l Kayu
Kurang Awet atau Mudah Lapuk (apalagi jika kualitas kayu rendah)
l Sedikit
Kurang Nyaman bagi Lalin
Pondasi Jembatan
3 Jenis Pondasi Jembatan yang “Biasa” atau
“Disarankan” di PPK :
1. Pondasi Langsung
1. Pondasi Langsung
l Bahan
pasangan batu kali atau beton bertulang
l Cocok
untuk jenis tanah yang sedang hingga keras
2. Pondasi Pancang Sederhana
l Bahan
tiang dari beton bertulang atau kayu
l Cocok
untuk jenis tanah yang lunak
3. Pondasi Sumuran
l Bahan
dari adukan beton
l Cocok
untuk jenis tanah berpasir dimana tanah keras agak dalam
Penjangkaran Tanah
(Ground Anchor)
Metode pemboran ini dilakukan di dalam
tanah pondasi yang baik terdiri dari lapisan berpasir, lapisan kerikil, lapisan
berbutir halus ataupun batuan yang lapuk, serta suatu bagian yang menahan gaya
tarik seperti campuran semen dengan kabel baja atau semen dengan batang baja
dimasukkan ke dalam lubang hasil pemboran tersebut, kemudian disertai suatu
gaya tarik setelahnya untuk memperkuat konstruksinya.
1. Tipe Jangkar
l Penjengkaran
dengan tahanan geser
l Penjangkaran
dengan plat pemikul
l Penjangkaran
gabungan
2. Metode Penjangkaran
l Metode
penjangkaran dengan grouting
l Metode
penjangkaran dengan lubang bertekanan (jangkar PS)
l Metode
penjangkaran dengan penekanan (jangkar baji)
l Metode
penjangkaran plat
l Metode
jangkar UAC
3. Metode Penjangkaran Prategang Pratekan
dengan Grouting
l 3
Bagian Penting Penjangka- Anchorage- Free stressing (unbonded) length- Bond
length
l Grouting
l Material
Tendon
l Spacers
& Centralizers
Jenis Pilar Tipikal
Bentuk Pilar Lain
Toleransi
1. Denah
l Abutmen
atau pilar (diukur dari garis perletakan) 2.0 cm
l Baut
angker bila telah digrouting 0.5 cm
2. Posisi akhir pusat ke pusat perletakan
l Panjang
bentang 1.0 cm
l Jarak
melintang dari perletakan – perletakan 0.5 cm pada tiap abutmet atau pilar
3. Elevasi Permukaan
l Permukaan
abutment atau pilar + 2.0 cm
l Permukaan
atas balok landasan balok + 0.5 cm
4. Penahan Horizontal
l Titik
pusat perletakan sampai ke permukaan dinding 0 + 0.5 cm
5. Perletakan
l Elevasi
/ Permukaan + 0.5 cm
l Lokasi
2.0 cm
KONSTRUKSI
JEMBATAN BETON BERTULANG
DASAR
TEORI
Pengertian
umum
Jembatan merupakan salah satu bentuk
konstruksi yang berfungsi meneruskan jalan melalui suatu rintangan. Seperti
sungai, lembah dan lain-lain sehingga lalu lintas jalan tidak terputus olehnya.
Dalam perencanaan konstruksi jembatan
dikenal dua bagian yang merupakan satu kesatuan yang utuh yakni :
Bangunan Bawah ( Sub Struktur )
Bangunan Atas ( Super Struktur )
Bangunan atas terdiri dari lantai
kendaraan, trotoar, tiang-tiang sandaran dan gelagar.
Bangunan bawah terdiri dari pondasi,
abutmen, pilar jembatan dan lain-lain.
Syarat
dan bentuk jembatan
Pemilihan bentuk jembatan sangat
dipengaruhi oleh kondisi dari lokasi jembatan tersebut. Pemilihan lokasi
tergantung medan dari suatu daerah dan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat di daerah dengan kata lain
bentuk dari konstruksi jembatan harus layak dan ekonomis.
Perencanaan konstruksi jembatan berkaitan
dengan letaknya. Oleh beberapa ahli menentukan syarat-syarat untuk acuan dari
suatu perencanaan jembatan sebagai berikut :
Letaknya dipilih sedemikian rupa dari
lebar pengaliran agar bentang bersih jembatan tidak terlalu panjang.
Kondisi dan parameter tanah dari lapisan
tanah dasar hendaknya memungkinkan perencanaan struktur pondasi lebih efesien.
Penggerusan ( scow-ing ) pada penampang
sungai hendaknya dapat diantisipasi sebelumnya dengan baik agar profil saluran
di daerah jembatan dapat teratur dan panjang.
Dari syarat-syarat tersebut diatas telah
dijelaskan bahwa pemilihan penepatan jembatan merupakan salah satu dari
rangkaian system perencanaan konstruksi jembatan yang baik, namun demikian
aspek–aspek yang lain tetap menjadi bagian yang penting, misalnya saja system
perhitungan konstruksi; penggunaan struktur ataupun mengenai system nonteknik
seperti obyektifitas pelaksana dalam merealisasikan jembatan tersebut.
Mengenai bentuk-bentuk jembatan dapat
dibedakan sesuai dengan:
Material yang digunakan
Ø Jembatan
kayu
Ø Jembatan
baja
Ø Jembatan
beton
Ø Jembatan
gabungan baja dan beton
Ø Jenis
konstruksinya
Ø Jembatan
ulir
Ø Jembatan
gelagar
Ø Jembatan
plat
Ø Jembatan
gantung
Ø Jembatan
dinding penuh
Ø Jembatan
lengkungan
Menurut penggolongan
v Jembatan
yang dapat digerakan, merupakan jenis jembatan baja yang pelaksanaannya dibuat
sebagai gelagar dinding penuh.
v Jembatan
tetep, jenis jembatan seperti ini digunakan untuk keperluan lalu lintas.
Seperti jembatan kayu, jembatan beton dan jembatan batu.
Jembatan
Beton Bertulang
Definisi
Jembatan beton merupakan jembatan yang
konstruksinya terbuat dari material utama bersumber dari beton.
Sifat
Dasar Beton
Beton adalah suatu campuran yang terdiri
dari agregat alam seperti kerikil, pasir, dan bahan perekatBahan perekat yang
biasa dipakai adalah air dan semen. Secara umum, beton dibagi dalam dua bagian
yaitu:
Beton bertulang
Beton tidak bertulang
Beton bertulang adalah suatu bahan
bangunan yang kuat, tahan lama dan dapat dibentuk menjadi berbagai ukuran.
Mamfaat dan keserbangunannya dicapai dengan mengkombinasikan segi-segi yang
terbaik dari beton dan baja dengan demikian apabila keduanya dikombinasikan,
baja akan dapat menyediakan kekuatan tarik dan sebagian kekuatan geser.
Beton tidak bertulang hanya mampu atau
kuat menahan kekuatan tekan dari beban yang diberikan.
Beban
Yang Dihitung Dalam Merencanakan Jembatan
Secara umum beban – beban yang dihitung
dalam merencanakan jembatan dibagi atas dua yaitu beban primer dan beban
sekunder. Beban primer adalah
beban utama dalam perhitungan tegangan untuk setipa perencanaan jembatan,
sedangkan beban sekunder adalah beban sementara yang mengakibatkan tegangan –
tegangan yang relatif kecil daripada tegangan akibat beban primer dan biasanya
tergantung dari bentang,bahan,sistem kontruksi,tipe jembatan dan keadaan
setempat.
Beban
Primer
Beban primer adalah beban yang merupakan
muatan utama dalam perhitungan tegangan untuk setiap perencanaan jembatan.
Beban primer jembatan mencakup beban
mati,beban hidup dan beban kejut.
Beban Mati
Beban mati adalah semua muatan yang
berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau,
termasuk segala unsur tambahan tetap yang dianggap merupakan satu satuan dengan
jembatan (Sumantri, 1989:63). Dalam menentukan besarnya muatan mati harus dipergunakan
nilai berat volume untuk bahan-bahan bangunan.
Contoh beban mati pada jembatan: berat beton, berat aspal, berat baja, berat pasangan bata, berat
plesteran dll.
Rumus untuk berat sendiri:
QMS = b . h . wc
Dimana :
QMS= Berat sendiri
b
= Slab lantai jembatan
h
= Tebal slab lantai jembatan
wc
= Berat beton bertulang ( yang disyaratkan dalam RSNI T-02-2005 adalah dari 23,5-25,5 )
Beban mati tambahan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Dimana :
QMA = Beban mati
tambahan
ta = Tebal lapisan aspal + ovelay (
berat yang ditetapkan dalam RSNI
T-02-2005 adalah 22,0 )
ha = Tebal genangan air hujan ( berat
yang ditetapkan dalam RSNI T-02-2005
adalah 9,8 )
Beban Hidup

Yang termasuk dengan beban hidup adalah
beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan bergerak lalu lintas dan/atau
pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan. Berdasarkan PPPJJR-1987,
halaman 5-7, beban hidup yang ditinjau
terdiri dari :
Beban “T”(Beban lantai kendaraan)
Beban “T” merupakan beban kendaraan truk
yang mempunyai beban roda ganda (Dual Wheel Load) sebesar 10 ton, yang bekerja
pada seluruh lebar bagian jembatan yang dingunakan untuk lalu lintas kendaraan.
Beban hidup pada lantai jembatan berupa
beban roda ganda oleh Truk (beban T) yang besarnya, T = 100 kN. Dengan menggunakan
rumus:
PTT= ( 1 + DLA ) . T
Dimana :
PTT = Beban truk “T”
DLA
= Faktor beban dinamis untuk pembebanan truk
Beban “D”(Jalur lalu lintas )
Beban “D” adalah susunan beban pada setiap
jalur lalu lintas yang terdiri dari beban garis “P” ton per jalur lalu lintas
(P = 12 ton) dan beban terbagi rata “q” ton per meter panjang per jalur sebagai
berikut:
q = 2,2 t/m
untuk L < 30 m.
q = 2,2 t/m – {(1,1/60) x (L – 30)}
t/m untuk 30 m < L < 60 m.
q = 1,1{1 + (30/L)} untuk L
> 60 m.
Ketentuan penggunaan beban “D” dalam arah
melintang jembatan sebagai berikut:
Untuk jembatan dengan lebar lantai
kendaraan < 5,50 m, beban “D” sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh
jembatan.
Untuk jembatan dengan lebar lantai
kendaraan > 5,50 m, beban “D” sepenuhnya (100%) dibebankan pada lebar jalur
5,50 m sedangkan lebar selebihnya dibebani hanya separuh beban “D” (50%).
contoh beban hidup pada jembatan: beban
kendaraan yang melintas, beban orang berjalan dll.
Beban Kejut
Menurut Anonim (1987:10) beban kejut
diperhitungkan pengaruh getaran-getaran dari pengaruh dinamis lainnya.,
tegangan-tegangan akibat beban garis (P) harus dikalikan dengan koefisien
kejut. Sedangkan beban terbagi rata (q) dan beban terpusat (T) tidak dikalikan
dengan koefisien kejut. Besarnya koefisien kejut ditentukan dengan rumus:
Dimana : K = Koefisien kejut
L = Panjang dalam meter dari bentang yang
bersangkutan
Beban
Sekunder
Beban sekunder adalah beban pada
jembatan-jembatan yang merupakan beban atau muatan sementara, yang selalu
bekerja pada perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Pada
umumnya beban ini mengakibatkan tegangan-tegangan yang relative lebih kecil
dari pada tegangan-tegangan akibat beban primer, dan biasanya tergantung dari
bentang, system jembatan, dan keadaan setempat.
Sedangkan Beban Sekunder terdiri dari
beban angin, gaya rem, dan gaya akibat perbedaan suhu.
Beban Angin ( EW )


Pengaruh tekanan angin bekerja dalam arah
horizontal sebesar 100 kg/cm2. Dalam memperhitungkan jumlah luas
bagian jembatan pada setiap sisi digunakan jumlah luas bagian jembatan pada
setiap sisi digunakan ketentuan sebagai berikut:
Ø
Untuk jmbatan berdinding penuh diambil sebesar 100% terhadap luas sisi
jembatan
Ø
Untuk jembatan rangka diambil sebesar 30% terhadap luas sisi jembatan.
Beban garis merata tambahan arah
horisontal pada permukaan lantai jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di
atas jembatan dihitung dengan rumus :
TEW= 0.0012 . Cw . (Vw)2
Dimana :
Cw = koefisien seret = 1,2 ( RSNI
T-02-2005 )
Vw = Kecepatan angin rencana
Bidang vertikal yang ditiup angin
merupakan bidang samping kendaraan dengan tinggi ( h )
= 2.00 m di atas lantai jembatan.
Jarak antara roda kendaraan ( x ) = 1.75 m
Transfer
beban angin ke lantai jembatan dengan menggunakan rumus:
l PEW
= [ 1/2*h / x * TEW ]
l Beban
Gaya Rem
l Gaya
ini bekerja dalam arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi ditinjau
untuk kedua jurusan lalu lintas. pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan
pengaruh gaya rem sebesar 5% dari muatan D tanpa koefisien kejut yang memenuhi
semua jalur lalu lintas yang ada dalam satu jurusan.
l Gaya
Akibat Perbedaan Suhu
l Perbedaan
suhu harus ditetapkan sesuai dengan keadaan setempat. Diasumsikan untuk baja
sebesar C dan beton 10. Peninjauan khusus terhadap timbulnya tegangan-tegangan
akibat perbedaan suhu yang ada antara bagian-bagian jembatan dengan bahan yang
berbeda.
l Beban
Gempa
l Untuk
pembangunan jembatan pada daerah yang dipengaruhi oleh gempa, maka beban gempa
juga diperhitungkan dalam perencanaan struktur jembatan
l Beban
angin
l Beban
angin dihitung pada daerah konstruksi jembatan yang harus menahan beban angin.
l Beban Khusus
l Beban
khusus adalah beban atau muatan yang merupakan pemuatan khusus untuk
perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan. Muatan ini bersifat tidak
terlalu bekerja pada jembatan, hanya berpengaruh pada sebagian konstruksi,
tergantung pada keadaan setempat.
l Yang
termaksud beban khusus adalah:
l Gaya
akibat gempa bumi
l Gaya
akibat aliran air
l Gaya
akibat tekanan tanah dan lain-lain
l Perencanaan Pipa Sandaran
l Pada
perencanaan pipa sandaran, ditentukan:
l Beban
hidup yang bekerja pada pipa sandaran
l Beban
mati
l Akibat berat sendiri lantai kendaraan
l Akibat berat aspal
l Akibat berat air hujan
l Beban
hidup
l 

l Beban
hidup yang bekerja pada lantai kendaraan adalah beban “T” yang merupakan
kendaraan truk yang mempunyai beban roda ganda sebesar 10 ton. Beban untuk
jembatan kelas II diambil sebesar 70 % yaitu untuk jembatan permanen.
l Beban
roda disebar merata pada lantai kendaraan berukuran (2,25 x 3,5) m2 yaitu pada
jarak antara gelagar memanjang dan gelagar melintang. Bidang kontak roda untuk
beban 70 % adalah (14 x 35) cm2 (sumber: PPPJJR -1987, hal:23). Besarnya T
diambil 70 %, maka T = 70 % x 10 = 7 ton. Penyebaran gaya terhadap lantai
jembatan dengan sudut 450 dapat dilihat pada gambar berikut:
l Penyebaran
Gaya :
l Untuk
potongan memanjang lantai dengan menggunakan rumus:
l u
= a1 + 2 (1/2 x tebal plat beton + tebal aspal)
l Untuk
potongan melintang lantai dengan menggunakan rumus:
l v
= b2 + 2 (1/2 x tebal plat beton + tebal aspal)
l Beban
angin
l 

l Muatan
angin merupakan muatan sekunder. Berdasarkan PPPJJR 1987, tekanan angin diambil
sebesar 150 kg/m2. Luas bidang muatan hidup yang bertekanan angin ditetapkan
setinggi 2 m di atas lantai kendaraan, sedangkan jarak as roda kendaraan adalah
1,75 m. Reaksi pada roda akibat angin (R) :
l Seperti
terlihat pada gambar berikut:
l Analisis Struktur pelat
l Berdasarkan
SKNI T-12-2004, Kekuatan pelat lantai terhadap lentur harus ditentukan sesuai
pasal 5.1.1.1 sampai pasal 5.1.1.4, kecuali apabila persyaratan kekuatan
minimum pada pasal 5.1.1.4 dianggap memenuhi dengan memasang tulangan tarik
minimum sesuai dengan pasal 5.5.3.
l 5.1.1.1 Asumsi perencanaan
l Perhitungan
kekuatan dari suatu penampang yang terlentur harus memperhitungkan keseimbangan
dari tegangan dan kompatibilitas regangan, serta konsisten dengan anggapan:
l –
Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami lentur.
l –
Beton tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik.
l –
Distribusi tegangan tekan ditentukan dari hubungan tegangan-regangan beton.
l –
Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0,003.
l Hubungan
antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan dapat berbentuk persegi,
trapesium, parabola atau bentuk lainnya yang menghasilkan perkiraan kekuatan
yang cukup baik terhadap hasil pengujian yang lebih menyeluruh. Walaupun
demikian, hubungan distribusi tegangan tekan beton dan regangan dapat dianggap
dipenuhi oleh distribusi tegangan beton persegi ekivalen, yang diasumsikan
bahwa tegangan beton = 0,85 fc’terdistribusi
merata pada daerah tekan ekivalen yang dibatasi oleh tepi tertekan terluar dari
penampang dan suatu garis yang sejajar dengan sumbu netral sejarak a = β1cdari tepi tertekan terluar
tersebut.
l Jarak
cdari tepi dengan regangan tekan
maksimum ke sumbu netral harus diukur dalam arah tegak lurus sumbu tersebut.
l Faktor
β1harus diambil sebesar:
l β1= 0,85 untuk fc’< 30 MPa
l β1= 0,85 – 0,008 (fc’– 30 ) untuk fc’ >30
MPa
l tetapi
β1pada persamaan 5.1-2 tidak boleh
diambil kurang dari 0,65.
l 5.1.1.2 Faktor reduksi kekuatan
l Faktor
reduksi kekuatan diambil sesuai dengan pasal 4.5.2.
l 5.1.1.3 Kekuatan rencana dalam lentur
l Perencanaan
kekuatan pada penampang terhadap momen lentur harus berdasarkan kekuatan
nominal yang dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan Φsesuai dengan pasal 4.5.2
l 5.1.1.4 Kekuatan minimum
l Kekuatan
nominal dalam lentur pada penampang kritis beton harus diambil tidak lebih
kecil dari 1,2 Mcr(momen retak), yang
dipenuhi oleh suatu persyaratan tulangan tarik minimum sebagaimana disampaikan
dalam pasal 5.1.1.5.
l 5.1.1.5 Syarat tulangan minimum
l Pada
setiap penampang dari suatu komponen struktur lentur, bila berdasarkan analisis
diperlukan tulangan tarik, maka luas Asyang
ada tidak boleh kurang dari:
l Dan
tidak lebih kecil dari:
l Pada
balok T sederhana dengan bagian sayap tertarik, As mintidak boleh kurang dari nilai terkecil di antara :
l Dan
l dengan
pengertian :
l bf = adalah lebar bagian
sayap penampang.
l Sebagai
alternatif, untuk komponen struktur yang besar dan masif, luas tulangan yang
diperlukan pada setiap penampang, positif atau negatif, paling sedikit harus
sepertiga lebih besar dari yang diperlukan berdasarkan analisis.
l Untuk
pelat lantai satu arah di atas dua perletakan atau menerus, lebar pelat yang
menahan momen lentur akibat beban terpusat dapat ditentukan sesuai dengan :
l Bila
beban tidak dekat dengan sisi yang tidak ditumpu:
l dengan
pengertian :
l a* = jarak tegak lurus dari
tumpuan terdekat ke penampang yang diperhitungkan.
l ln = bentang bersih dari
pelat.
l Bila
beban dekat dengan sisi yang tidak ditumpu, lebar pelat tidak boleh lebih besar
dari harga terkecil berikut ini:
l 1)
harga sama dengan persamaan 5.5-1; atau
l 2)
setengah dari harga di atas ditambah jarak dari titik pusat beban ke sisi yang
tidak ditumpu.
l Penulangan
l Syarat tulangan maksimum
l Untuk
komponen struktur lentur, dan untuk komponen struktur yang dibebani kombinasi
lentur dan aksial tekan dimana kuat tekan rencana ρPnkurang dari nilai yang terkecil antara 0,1fc’Agdan ρPb, maka rasio
tulangan ρtidak boleh melampaui 0,75
dari rasio ρbyang menghasilkan
kondisi regangan batas berimbang untuk penampang.
l Untuk
komponen struktur beton dengan tulangan tekan, bagian ρbuntuk tulangan tekan tidak perlu direduksi dengan faktor 0,75.
l Jarak tulangan
l Jarak
tulangan harus cukup memadai untuk penempatan penggetar dan me-mungkinkan
ukuran terbesar dari agregat kasar dapat bergerak saat digetarkan. Jarak bersih
minimum antara tulangan sejajar, seikat tulangan dan sejenisnya tidak boleh
kurang dari:
l a)
1,5 kali ukuran nominal maksimum agregat; atau
l b)
1,5 kali diameter tulangan; atau
l c)
40 mm
l Jarak
bersih antara tulangan yang sejajar dalam lapisan tidak boleh kurang dari 1,5
kali diameter tulangan atau 1,5 kali diameter seikat tulangan.
l Detail tulangan lentur
l a)
Penyebaran
l Tulangan
tarik harus disebarkan dengan merata pada daerah tegangan tarik beton maksimum,
termasuk bagian sayap balok T, balok L dan balok I pada tumpuan.
l b)
Pengangkuran – umum
l Bagian
ujung dan pengangkuran dari tulangan lentur harus didasarkan pada momen lentur
hipotetis yang dibentuk oleh pemindahan secara merata dari momen lentur positif
dan negatif, sejarak hpada balok
terhadap tiap sisi potongan momen maksimum yang relevan.
l Tidak
kurang dari sepertiga tulangan tarik akibat momen negatif total yang diperlukan
pada tumpuan harus diperpanjang sejarak hmelewati
titik balik lentur.
l c)
Pengangkuran dari tulangan positif harus memenuhi :
l Pada
perletakan sederhana, tulangan angkur harus dapat menyalurkan gaya tarik
sebesar 1,5 Vupada bagian muka
perletakan.
l 1)
Bila tulangan tarik diperlukan pada tengah bentang, tidak boleh kurang dari
setengahnya harus diperpanjang sejarak 12 dbmelalui
muka perletakan, atau sepertiganya harus diperpanjang 8 dbditambah h/2 melalui
muka perletakan.
l 2)
Pada balok menerus atau terkekang secara lentur, tidak kurang dari seperempat
dari tulangan positif total yang diperlukan di tengah bentang harus
diperpanjang/ diteruskan melalui permukaan dekat perletakan.
l d)
Tulangan lentur tidak boleh dihentikan di daerah tarik kecuali bila salah satu
ketentuan berikut dipenuhi:
l 1)
untuk batang D36 dan yang lebih kecil, dimana tulangan menerusnya
l memberikan
luas dua kali dari luas tulangan lentur yang diperlukan pada titik pemutusan
tulangan dan geser terfaktornya tidak melampaui tiga perempat dari kuat geser
rencana, ΦVn..
l 2)
gaya geser terfaktor pada titik pemutusan tulangan tidak melebihi dua pertiga
dari kuat geser rencana ΦVn..
l 3)
pada setiap pemutusan batang tulangan atau kawat, disediakan suatu luas
sengkang tambahan disamping sengkang yang diperlukan untuk menahan geser dan
puntir, sepanjang tiga perempat tinggi efektif komponen struktur diukur dari
titik penghentian tulangan. Luas sengkang tambahan Avtidak boleh kurang dari.0,4bws/fy.
Spasi s tidak boleh lebih dari d/8ρb,
dimana ρbadalah rasio dari luas
tulangan yang diputus terhadap luas tulangan tarik total pada penampang
tersebut.
l Syarat-syarat tulangan geser
l a)
Apabila 0,5φ Vc < Vu < φ Vc, harus dipasang tulangan minimum
sesuai pasal 5.2.7.
l b)
Tulangan geser minimum ini dapat tidak dipasang untuk balok di mana kebutuhan
kekuatan geser terfaktor Vu< 0,5φ
Vc, atau bila Vu< φ Vcdan tinggi
total balok tidak melampaui nilai terbesar dari 250 mm, 2,5 kali tebal sayap
atau setengah lebar bagian badan.
l c)
Apabila Vu> φ Vc, tulangan geser harus dipasang sesuai
dengan perencanaan tulangan geser pada pasal 5.2.6.
Muhammad soffan alkarim
ReplyDeleteX. DPIB - B
Terima kasih, postingannya sangat membantu
ReplyDeletemudah2 an jadi amal ibadah
terus lah berbagi dengan ikhlas